Juli 14, 2014

Singapura, Etika dan Matematika

Ini adalah kisah perjalanan tiga pengembara yang ingin menaklukkan daratan raja rimba [harimau malaya, singa laut hingga semenanjung pulau Santosa]. Pengalaman pertama kami melancong di negeri orang.
Suatu malam menjelang midnight, kami masih berada di kawasan Orchard Singapura, hendak pulang menuju penginapan. Karena stasiun MRT cukup jauh dari tempat kami bermalam, kami putuskan untuk mencoba bus SBS Transit atau juga SMRT.
Sesampainya di halte, kami segera mencari map. Setelah dipastikan ada rute bus yang langsung menuju lokasi tempat kami bermalam, disaat itulah kami putuskan untuk menunggu. Selang berapa lama bus yang kami tunggu pun datang. Kami turut mengantre dengan tertib seperti penumpang yang lain. Sembari mengantri, iseng-iseng saya perhatikan beberapa penumpang didepan saya, setiap kali hendak menaiki bus, mereka menggunakan ‘kartu sakti’ yang ditempelkan pada alat khusus yang terletak di sisi kanan-kiri pintu masuk bus sehingga berbunyi “tiiiiitt..” dan pada layarnya akan menampilkan nominal saldo uang yang masih tersisa dengan backround warna hijau cantik.
Setelah menunggu beberapa antrian, kini tiba giliranku [kebetulan saya memang berada dideretan antrian depan dari penumpang yang lain, termasuk kedua teman saya]. Aku pun bergegas  menempelkan ‘kartu sakti edisi khusus-ku’ pada alat yang mengeluarkan bunyi “tiiiiitt..” itu, dengan perasaan ‘dag dig dug’ kutempelkan kartu sakti ini [karena memang baru pertama kali menggunakan kartu ini untuk bus SBS Transit, sebelumnya kami hanya menggunakan ‘kartu sakti edisi khusus’ ini untuk menggunakan moda transportasi MRT].
tiiiiitt..tiiiiitt..” [Yaa salaaamm]  sontak aku melongo [kaget] mendengar suara itu. Yaa ‘kartu sakti edisi khusus-ku’ ini mengeluarkan suara yang berbeda dari penumpang-penumpang sebelumnya. Tampilan layarnya juga berbeda. backroundnya berwarna merah menyala serta ada segitiga peringatan ‘warning’ yang berkedip-kedip. Mataku sudah tidak bisa lagi membaca apa yang tertulis didalam layar itu. Aku panik. Bergetar dada ini. Akal sehatku mulai hilang entah kemana,  rasa takut mulai menjalar keseluruh tubuh, dan perlahan-lahan mulai menjalar ke otak [waduh piye iki?]. Sebelum rasa takut ini benar-benar menguasi otakku, aku beranikan diri untuk bertanya pada pak sopir dengan bahasa inggris yang aku punya, bahasa inggris yang aku kuasai, entah benar atau salah. Aku lengkapi pula dengan bahasa hutan yang menjadi andalanku [tanganku mulai menari-nari seirama dengan apa yang aku sampaikan]. “may I go to bencoolen street by the bus?” pak sopir berusaha menatapku lebih dalam. Melihat kondisi ini, aku ulangi lagi pertanyaan itu “may I go to bencoolen street by the bus? by the bus? Bencoolen street?”[berondongku berulang kali].
Pak Sopirnya hanya menggelengkan kepala, tidak berbicara. Sontak aku kaget. Aku bingung. Menurut informasi yang ada, ‘kartu sakti’ ini bisa digunakan untuk menaiki MRT dan Bus yang berlogo sama yang tertera pada ‘kartu sakti’. Tidak juga mengatakan “Yes or No”. Jelas di halte ini ada logo yang sama, seharusnya kami boleh naik. Aku ulangi lagi pertanyaan itu “may I go to bencoolen street? by the bus?” lagi-lagi pak sopir membisu. Hanya menggeleng-nggelengkan kepala. Aku pun bingung. Clingak-clinguk bingung, mencari ide [apa yang harus aku lakukan ini]. Rasanya sudah benar, bus ini bisa mengantarkanku ke penginapan. Menoleh kebelakang, melihat ibu-ibu  sudah menunggu antrian dibelakang, aku memutuskan untuk mundur dari deretan antrian. Sontak kedua teman sepengembaraan ‘upin’ dan ‘ipin’ juga ikut bingung melihat keadaan ini. Saya bingung, mereka pun bingung. Setelah antrian penumpang kosong, aku mencoba melobi lagi dengan pertanyaan yang sama “may I go to bencoolen street?” lagi-lagi pak sopir pun menggelengkan kepalanya sambil mengangkat tangan kirinya.
Aku pun perlahan mundur dari pintu bus itu, seraya menyampaikan “thank you”. Kami bertiga pun berkerumun membicarakan apa yang tengah kami alami [bak kerumunan lalat yang berebut makanan diatas potongan pizza]. Beberapa saat sebelum pintu bus ditutup, pak sopir mencoba memberikan isyaratnya kepada kami. Lagi-lagi saya tidak mengerti. Setelah mengklakson beberapa kali, pintu bus pun ditutup.
Sejenak setelah bus jalan, saya baru tersadar bahwa memang di film-film India apabila seorang aktor dalam mengekpresikan perannya ketika mengatakan ‘iya’ adalah dengan menggeleng-nggelengkan kepala sembari berkata ‘achaa..achaaa..’. Detik  itu juga saya baru sadar dan ‘terpelongo’ melihat pantat bus yang sudah meninggalkan halte. Tersadar juga bahwasanya sebenarnya pak sopir [keturunan India] tadi mempersilahkan kami untuk menaiki bus. Pantas saja setelah semua penumpang naik bus, pak sopir masih menatap mata ke arah kami dan membunyikan beberapa kali suara klakson. Setelah kami benar-benar mundur mendekati tempat duduk di halte  dan melambaikan tangan tak berdaya. Pak sopir pun menutup pintu dan menancap gas dan itu berarti kami benar-benar tak bisa menaiki bus 972 dengan rute Orchard-Bencoolen. Kami harus membaca map lagi, mencari rute terdekat menuju Bencoolen street.
Ketika kondisi tubuh sudah benar-benar letih. Bahkan sangat-sangat letih, ada baiknya kita istirahat sejenak terlebih dahulu. Sembari mengumpulkan tenaga dan konsentrasi. Etika, bahasa, agama, sosial budaya, kondisi tubuh, pikiran, jiwa dan emosi  memang sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan dibawah tekanan. Memahami suatu keadaan dengan kondisi fisik dan pikiran yang tengah drop, letih, memang tidak mudah. Belakangan kami ketahui setelah naik bus yang lain, kode merah bersegitiga mengerikan itu adalah peringatan sampai tanggal berapa masa berlaku ‘kartu sakti edisi khusus-ku’ ini.
Dari sudut pandang yang berbeda, hal yang menarik untuk dibahas adalah tentang penerapan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan transportasi di Singapura, yang dikomandoi oleh Raymond Lim pun tak lepas dari sentuhan riset dan kajian ilmiah. Salah satu bidang ilmu matematika yang sangat populer dalam bidang transportasi adalah Teori Graph. Mengoptimalkan jarak tempuh. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, perkawinan antara Teori optimasi dan Teori graph akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah tranportasi. Tak menyangka bahwa ilmu matematika yang dianggap angker oleh sebagian siswa, ternyata mempunyai kedekatan dalam berbagai hal di kehidupan kita sehari-hari.
Budayawan Sujiwo Tejo menghubungkan antara matematika dengan musik. Beliau mengatakan “seseorang yang musiknya bagus matematikanya harus bagus karena berhubungan.” ahli musik itu seharusnya juga ahli matematika.
Zulaela peneliti dari Yogyakarta, juga telah banyak melakukan riset. Pendekatan matematika-statistika berkolaborasi dengan dunia kedokteran-medis. Penelitian yang pernah disampaikan adalah bagaimana mengatasi, mencegah seorang ibu melahirkan bayi dengan berat badan dibawah 2500gr. Sering juga disebut BBLR atau berat bayi lahir rendah.
Dr. Abdurakhman, M.Si supervisor saya, juga sering mengatakan “high risk high return.” Maknanya adalah Semakin rendah tingkat resiko, maka semakin rendah profit yang bisa kita harapkan. Sebaliknya pula, semakin tinggi tingkat resikonya, semakin tinggi juga profit yang bisa kita dapatkan. Menariknya disini adalah bagaimana kita bisa menata pola investasi kita dengan tepat dan akurat.
Konsep matematika sedekah yang digaungkan oleh ustad Yusuf Mansur juga merupakan bagian dari kolaborasi yang ada. Peran matematika dalam penafsiran ayat-ayat suci Al-Quran.
Kombinasi dari berbagai sudut ilmu ternyata dapat memberikan manfaat bagi kehidupan bersama, dimana seseorang memiliki interest, bisa untuk memperluas wawasan diri, memperluas khasanah keilmuan. Semoga ilmu pengetahuan yang kita miliki bermanfaat bagi pribadi, keluarga, bangsa, dan negara, serta bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan akherat.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar